Sabtu, 27 Juni 2015

tari angguk klasik khas grobogan



TARI ANGGUK ; WARISAN DIPONEGORO
Di tulis dan di teliti oleh Rohib Nashroh Sumowijoyo bin Kyai Sofyan bin KH. Masduqi bin Imam Rozi
 
Tari angguk di buat atas serat menak karya pujangga Raden Hangabehi Yasadipura (Mataram Islam,1729 – 1802 M) . Serat Menak berisi tentang kisah kepahlawanan Sayyidina Hamzah (paman Nabi Muhammad). Serat Menak bentuknya Mocopat dengan berbagai versi seperti versi Pujangga Yasadipura 46 jilid, versi Pakualam III , versi Nawacita Kartosura. Serat Menak (kepahlawanan sayyidina Hamzah , tidak hanya di pakai dalam pentas Angguk saja akan tetapi juga dipakai dalam lakon wayang Menak (Kudus), wayang Thengul (Blora dan Bojonegoro), wayang Krucil (Kediri), tari wayang Menak (Yogya).

Kilas bait serat Menak ;
Menak lakat (Asmarandana) bait 8 :
Wus mundur bagenda Amir, Umarmaya njawil sigra, Abisik- bisik tembunge lan tuwan amba pamitna, dhateng Gusti Muhammad,yen marengi Kanjeng Rasul, amba pan arsa lalana.
Menak talmasat (sinom) bait 9 :
Wong agung alon ngandika, tuwanana kang dipati, poma den eling panggodha, gya Umarmaya macicil, tan nedya boten ngimpi, apesa kening ing tenung, Sa Allah den pitaya, andha sampun den enciki, lajang minggah sapraptaning nginggil bata.
Menak lakat (Mijil) bait 33 :
Pan sepenuh sakabat kang nangkil, miwah para katong, Umarmaya tan tebih lenggahe, miwah wayahira Bagendha Mir, ingkang nama Sahid, neng ngarsaning Rasul.

Legenda Angguk
Sejarah tari angguk adalah tidak lepas dari sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro. Beliau (lahir di Yogyakarta, 11 November 1785- wafat dan dimakamkan di Makassar, 8 Januari 1855) adalah Putra sulung Raja Hamengkubowono III (Raja Mataram di Yogyakarta), dengan nama Mustahar lahir dari garwa ampeyan (garwa selir) bernama R.A Mangkarawati berasal dari Pacitan. Pangeran Diponegoro bernama kecil Raden Mas Ontowiryo menolak keinginan ayahanda Raja Hamengkubuwono III untuk mengangkat menjadi raja Mataram di Ngayogyakarta dengan alasan walau beliau seorang Pangeran (putra raja) akan tetapi dari garwa selir. Pangeran Diponegoro adalah seorang putra raja yang sangat  taat agama dan fashih mengaji serta merakyat, sehingga beliau lebih suka di wilayah Tegalrejo (sekarang ikut wilayah Magelang) , tempat tinggal eyang buyut putrinya (Ratu Ageng Tegalrejo, permaisuri raja Hemengkubuwono I).
Tari angguk adalah satu di antara sekian kesenian jawa (Mataram) yang menggambarkan gagah berani rakyat Jawa (kerajaan Mataram) yang mengadakan latihan perang  di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro dalam persiapan menghadapi kolonialis Belanda.  
Selain tari angguk (tarian prajurit gerilya) yaitu  tari Jathilan ( tarian prajurit  berkuda), tari Kuntulan (tarian prajurit jalan kaki) dan tarian ndholalak (tarian prajurit wanita). Kesenian- kesenian tersebut dipentaskan di dusun- dusun pelosok. Pementasan ini memiliki beberapa tujuan ;
1.      Sebagai sarana hiburan rakyat,
2.      Merekrut pemuda- pemudi desa menjadi prajurit- prajurit Pangeran Diponegoro,
3.      Membangkitkan dan menyatukan rakyat melawan penjajah.
Sikap Diponegoro menentang Belanda secara terbuka mendapat simpati dan dukungan rakyat. Atas saran Pangeran Mangkubumi menyingkir dari Tegalrejo Magelang dan membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa Selarong. Diponegoro menyatakan bahwa perlawananya adalah “ perang sabil “ , perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat perang sabil dengan tendensi sabda Nabi ; “Hubbul Wathon minal iman”, artinya cinta tanah air termasuk sebagian dari iman”, juga atas asesanti “sedumuk Bathuk Senyari Bumi”, artinya wajib mempertahankan sejengkal tanah ibu pertiwi,  yang dikobarkan Diponegoro membawa pengaruh besar di masyarakat pedesaan di wilayah Jawa Tengah & DIY hingga wilayah sebagian Jawa Timur seperti Banyuwangi, Pacitan dan lain-lain.  Jadi, prajurit- prajurit Pangeran Diponegoro adalah santri- santri Pondok pesantren dengan semangat jihad fi sabilillah, dan  pemuda- pemudi pedesaan melalui pendekatan kesenian yaitu Angguk, jathilan, kuntulan, ndolalak. Peperangan Diponegoro (1825 – 1830 M) berlangsung gigih berani karena didukung kalangan rakyat jelata dan taktik peperangan.
Perlu diketahui bahwa dalam mengobarkan peperangan melawan Penjajah Belanda, Pangeran Diponegoro didukung oleh :
1.      Pengeran Mangkubumi, sesepuh kraton Mataram di Yogya dan paman Pangeran Diponegoro
2.      Panglima tertinggi yaitu Sentot Ali Basya Abdullah Musthofa Prawirodirjo (Buyut Sultan Hamengkubuwono I). dilantik menjadi panglima Besar saat usia 17 tahun.
3.      Nyi Ageng serang, bernama asli Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retno Edi, putri dari Pangeran Natapraja. Beliau keturunan Sunan Kalijogo, dan salah satu cucunya adalah tokoh pendidikan Indonesia yaitu R.M. Suwardi Surjaningrat atau Ki Hajar Dewantara. Nyi Ageng Serang lahir pada tahun 1762 M di daerah Serang (perbatasan Grobogan- Sragen) Dalam catatan sejarah, sejak perang Diponegoro di kobarkan 1825 beliau memimpin langsung peperangan di wilayah Grobogan, Sragen Madiun, Ngawi dalam usia 73 tahun. Namun, karena fisik tidak mampu lagi, maka panglima peperangan diserahkan kepada menatunya, Raden Mas Pak Pak .setelah 3 tahun memimpin perang beliau jatuh sakit, dan atas permintaan Pangeran Diponegoro beliau dirawat kerabat kraton di Kulonprogo Yogya, sampai akhirnya dimakamkan di Kulonprogo. Oleh rakyat Kulonprogo, ketokohan beliau diabadikan dengan sebuah patung Nyi Ageng Serang menaiki kuda.
4.      Kyai Mojo, seorang tokoh ulama dari Surakarta Hadiningrat
Filosofi Angguk
Sesuai  pakem (sanad kuno) ;
·         Nama angguk di ambil dari bahasa jawa ‘mangguk’, yang artinya sendiko, ndere’aken. Dalam ajaran thoriqoh, ketika wiridan laa ilaha illa allah, maka kepala di angguk- anggukan.
·         Jumlah penari angguk berjumlah 9 orang  laki- laki, yang berarti walisongo
·         Kostum penari sebagai lambang busono prajurit;
-          Warna putih ; melambangkan kesucian niat (perang sabil),demikian juga penari kuntulan dan jathilan memakai baju warna putih (di ceritakan sembah buyut kang Basyir, Mahasiswa UII Yogyakarta peneliti Lesbumi Grobogan asal Salatiga). Warna putih juga melambangkan warna baju Pangeran Diponegoro.
-           Pangkat di pundak;  menyiratkan tugas,kegagahan dan keberanian.
-          Penutup kepala; menggambarkan identitas sebagai prajurit. Sedangkan angguk Kulonprogo Yogya memakai ikat kepala (blangkon).
-          Slempang di pundak (ciri khas prajurit Mataram); mensyiratkan Cancut taliwondo, artinya partisipasi dan keteguhan niat. Dalam literatur fiqih, disunahkan waktu sholat memakai rida’ (selendang serban)
·         Alat musik ; jedor, 2 rebana, kendang dan harmonica. Sedangkan angguk Kulonprogo memakai alat musik; jedor, 2 rebana, kendang dan gamelan.
·         Gerakan tari; di balik keluwesan tarian ternyata format tarian angguk  ‘kode sandi’  taktik peperangan Pangeran Diponegoro. Dalam Fiqih, diajarkan  tata cara sholat khouf (sholat ketika terjadi peperangan).  
·         Formasi penari; menggambarkan formasi barisan prajurit,  di mana salah seorang penari menjadi Komandan angguk (sebutan bagi pemimpin penari) sedangkan yang lain menjadi anggota. Sang komandan angguk memegang pecut /cemethi sebagai tongkat komando, serta membawa sumpritan/ peluit setiap memberikan instruksi. Adapun anggota pasukan angguk membawa ilir /kipas sebagai isyarat senjata dari bambu (di zaman kemerdekaan menjadi senjata bambu runcing. Hal ini bisa di amati dari jaran kepang-nya tari jathilan dan kenthongan-nya tari kuntulan yang semuanya terbuat dari bambu. Berbeda dengan tari ndholalak yang tidak memakai senjata karena penarinya adalah perempuan.
·         Lagu/ tembang iringan (kode sandi peperangan) ; lirik keberanian, kesucian seperti tembang anak muda, tembang syaikhona masuk terowongan, tembang hujan turun dll
·         Pentas teaterikal & kedigdayaan; dalam pentas angguk, selain tarian angguk juga dipentaskan aksi teaterikal untuk membangkitkan “cinta tanah air”, seperti drama dengan lakon keagamaan: serat menak (Jayengrono, Umarmoyo dll), Nabi Musa dan Raja Fir’aun. Atau dipentaskan aksi ke-digdayaa’an seperti aksi kekebalan,berjalan di atas tali dll (angguk Kulonprogo Yogya).
Perjalanan Angguk Pasca kemerdekaan
1.      Segi pementasan
·         Tarian dan aksi patriotisme (keberanian dan  kedigdayaan)seperti angguk Kulonprogo Yogya, angguk Purworejo Jawa Tengah.
·         Tarian dan drama patriotisme (lakon keberanian Jayengrono, lakon Nabi Musa dan fir’aun dll) seperti angguk Grobogan, angguk Salatiga dan angguk Semarang
2.      Segi kostum
·         Baju warna putih, topi polisi (Angguk Grobogan, angguk Semarangan )
·         Baju warna hitam, ikat kepala /blangkon (angguk Kulonprogo dan angguk Banyuwangi)
3.      Segi alat musik
·         Jedor, Kendang, terbang dan gamelan (angguk Kulonprogo dan angguk Banyuwangi)
·         Jedor, Kendang, terbang dan harmonica (angguk Grobogan dan angguk Semarangan)
4.      Segi lembaga pelestari, pasca kemerdekaan angguk di lestarikan oleh LESBUMI NU (lembaga Seniman dan Budayawan Muslimin Indonesia)
Angguk Grobogan
Melihat  sejarah bahwa Nyi Ageng Serang bernama asli Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retno Edi lahir di Serang (perbatasan Grobogan- Sragen- Boyolali), putri panembahan Notoprojo ( adipati  Serang, perbatasan Grobogan- Sragen), adalah salah seorang panglima Pangeran Diponegoro di wilayah Serang dan sekitarnya (Grobogan, Sragen, Boyolali), maka wajar jika angguk “membumi’ di masyarakat Grobogan. Banyak pemuda- pemuda pedesaan di Grobogan  bersemangat dan gagah berani menjadi prajurit Diponegoro. Banyak kerabat  keraton mataram yang di tugaskan bergerilya di pedesaan- pedesaan. Asumsi ini bisa dilihat dengan adanya makam- makam kerabat Mataram seperti Raden Surojenggolo (Desa Kuwu), Raden Honggokusumo dan Raden Djarot (dusun Kradenan Krajan), Raden Sumowijoyo (dusun Belan desa Kradenan). Atau di lihat dari nama desa seperti Kradenan (menurut cerita rakyat, karena banyak  Raden), Desa Tumenggungan Purwodadi (menurut cerita rakyat, karena ada seorang Tumenggung). Hal ini juga di perkuat ;
1.      Adanya sungai di wilayah Penawangan bernama kali Serang
2.      Menjamurnya grop kesenian angguk di Grobogan sejak pra kemerdekaan, era kemerdekaan dan pasca kemerdekaan (1945 s/d sekarang), bahkan angguk sangat populer di masyarakat. Hiburan Di wilayah Grobogan timur ada grup angguk Prayungan Pakis (tertua/ 1975), grup angguk Tahunan Kalisari ,grup anggup Panuggalan, Grup angguk Tambakselo Wirosari. Juga wilayah Barat seperti grup angguk Brati.
3.      Tembang lagu angguk menjelaskan tentang perlawanan terhadap Belanda
4.      Jenis tarian yang mencerminkan kode sandi taktik pertempuran Diponegoro.


Setiap pementasan, angguk Grobogan menampilkan drama atau teater tentang kisah keagamaan seperti ;
·         kisah Menak (Babon induk dari kitab Menak berasal dari Persia yang menceritakan keberanian Wong Agung Jayeng Rana atau Amir Ambyah (Sayyidina Hamzah) yang beragama islam melawan Prabu Nursewan yang belum memeluk islam. Tokoh dalam serat Menak yaitu Wong Agung Jayeng Rana, Prabu Nursewan, Umar Maya, Umar Madi dan Dewi Retna Muninggar. Wong agung Menak adalah sayyidina Hamzah (Sang Singa Allah) yang gagah berani melawan kebathilan .
·         Kisah Nabi Musa menghadapi raja Fir’aun (Mesir) yang otoriter dan zalim. Tokoh dalam lakon ini adalah Nabi Musa, Nabi Harun, Raja Fir’aun, patih Haman, Asiyah (permaisuri Fir’aun)
·         Dan lain – lain

Baju putih adalah pengaruh dari Tari kuntulan , warisan sunan Kalijogo. Kuntulan Tengaran Semarang memakai baju putih (saudara Mbah Buyut pemain Kuntulan Tengaran).
4 makna baju putih ; kesucian, poso mutih, puasa yaumul bidh (bulan Purnama), dan pasaran Legi.di lereng gunung Merapi ada ritual kaum kejawen yaitu ritual malam Jum’at Legi (Jum’at Pethak)
Serat Menak (kepahlawanan sayyidina Hamzah} tidak hanya di pakai dalam pentas Angguk saja akan tetapi juga dipakai dalam lakon wayang Thengul (Blora Bojonegoro), wayang Krucil (Kediri), tari wayang Menak (Yogya)
Angguk Yogya memakai blangkon sedangkan alat musiknya memakai kendang, jedor dan gamelan. Angguk Kab Semarang memakai picis berpita.
Angguk di Susukan Kab semarang tahun 1949, di Suruh Kab Semarang tahun 1951, dulu namanya “rodat”. Pakaian penari hitam, tutup kepalanya picis. Penarinya memakai ilir (kipas), pengaruh dari tari rodat semarang (Ayah Kang Basyir).

Kesimpulan
Ajaran dan filosofi Angguk :
1.      Taat agama
2.      Nasionalisme
3.      Patriotisme
4.      Disiplin dan kompak
Pertahanan yang kita miliki dan harus kita wariskan kepada anak cucu adalah :
1.      Pertahanan tradisi dan budaya
2.      Pertahanan intelektual
3.      Pertahanan politik dan NKRI
Penulis adalah ketua LESBUMI NU Grobogan,