TARI
ANGGUK ; WARISAN DIPONEGORO
Di tulis dan di teliti oleh Rohib
Nashroh Sumowijoyo bin Kyai Sofyan bin KH. Masduqi bin Imam Rozi
Tari angguk di buat atas serat menak karya pujangga Raden Hangabehi
Yasadipura (Mataram Islam,1729 – 1802 M) . Serat Menak berisi tentang kisah kepahlawanan
Sayyidina Hamzah (paman Nabi Muhammad). Serat Menak bentuknya Mocopat dengan
berbagai versi seperti versi Pujangga Yasadipura 46 jilid, versi Pakualam III ,
versi Nawacita Kartosura. Serat Menak (kepahlawanan sayyidina Hamzah , tidak
hanya di pakai dalam pentas Angguk saja akan tetapi juga dipakai dalam lakon wayang
Menak (Kudus), wayang Thengul (Blora dan Bojonegoro), wayang Krucil (Kediri),
tari wayang Menak (Yogya).
Kilas bait serat Menak ;
Menak lakat (Asmarandana) bait 8 :
Wus mundur bagenda Amir, Umarmaya njawil sigra, Abisik- bisik
tembunge lan tuwan amba pamitna, dhateng Gusti Muhammad,yen marengi Kanjeng
Rasul, amba pan arsa lalana.
Menak talmasat (sinom) bait 9 :
Wong agung alon ngandika, tuwanana kang dipati, poma den eling
panggodha, gya Umarmaya macicil, tan nedya boten ngimpi, apesa kening ing
tenung, Sa Allah den pitaya, andha sampun den enciki, lajang minggah
sapraptaning nginggil bata.
Menak lakat (Mijil) bait 33 :
Pan sepenuh sakabat kang nangkil, miwah para katong, Umarmaya tan
tebih lenggahe, miwah wayahira Bagendha Mir, ingkang nama Sahid, neng
ngarsaning Rasul.
Legenda Angguk
Sejarah tari angguk adalah tidak lepas dari sejarah perjuangan Pangeran
Diponegoro. Beliau (lahir di Yogyakarta, 11 November 1785- wafat dan dimakamkan
di Makassar, 8 Januari 1855) adalah Putra sulung Raja Hamengkubowono III (Raja
Mataram di Yogyakarta), dengan nama Mustahar lahir dari garwa ampeyan (garwa
selir) bernama R.A Mangkarawati berasal dari Pacitan. Pangeran Diponegoro
bernama kecil Raden Mas Ontowiryo menolak keinginan ayahanda Raja
Hamengkubuwono III untuk mengangkat menjadi raja Mataram di Ngayogyakarta
dengan alasan walau beliau seorang Pangeran (putra raja) akan tetapi dari garwa
selir. Pangeran Diponegoro adalah seorang putra raja yang sangat taat agama dan fashih mengaji serta merakyat,
sehingga beliau lebih suka di wilayah Tegalrejo (sekarang ikut wilayah Magelang)
, tempat tinggal eyang buyut putrinya (Ratu Ageng Tegalrejo, permaisuri raja
Hemengkubuwono I).
Tari angguk adalah satu di antara sekian kesenian jawa (Mataram) yang
menggambarkan gagah berani rakyat Jawa (kerajaan Mataram) yang mengadakan
latihan perang di bawah pimpinan
Pangeran Diponegoro dalam persiapan menghadapi kolonialis Belanda.
Selain tari angguk (tarian prajurit gerilya) yaitu tari Jathilan ( tarian prajurit berkuda), tari Kuntulan (tarian prajurit
jalan kaki) dan tarian ndholalak (tarian prajurit wanita). Kesenian- kesenian
tersebut dipentaskan di dusun- dusun pelosok. Pementasan ini memiliki beberapa
tujuan ;
1.
Sebagai sarana hiburan rakyat,
2.
Merekrut pemuda- pemudi desa menjadi prajurit- prajurit Pangeran
Diponegoro,
3.
Membangkitkan dan menyatukan rakyat melawan penjajah.
Sikap Diponegoro menentang Belanda secara terbuka mendapat simpati
dan dukungan rakyat. Atas saran Pangeran Mangkubumi menyingkir dari Tegalrejo
Magelang dan membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa Selarong. Diponegoro
menyatakan bahwa perlawananya adalah “ perang sabil “ , perlawanan menghadapi
kaum kafir. Semangat perang sabil dengan tendensi sabda Nabi ; “Hubbul Wathon
minal iman”, artinya cinta tanah air termasuk sebagian dari iman”, juga atas
asesanti “sedumuk Bathuk Senyari Bumi”, artinya wajib mempertahankan sejengkal
tanah ibu pertiwi, yang dikobarkan
Diponegoro membawa pengaruh besar di masyarakat pedesaan di wilayah Jawa Tengah
& DIY hingga wilayah sebagian Jawa Timur seperti Banyuwangi, Pacitan dan
lain-lain. Jadi, prajurit- prajurit
Pangeran Diponegoro adalah santri- santri Pondok pesantren dengan semangat
jihad fi sabilillah, dan pemuda- pemudi
pedesaan melalui pendekatan kesenian yaitu Angguk, jathilan, kuntulan,
ndolalak. Peperangan Diponegoro (1825 – 1830 M) berlangsung gigih berani karena
didukung kalangan rakyat jelata dan taktik peperangan.
Perlu diketahui bahwa dalam mengobarkan peperangan melawan Penjajah
Belanda, Pangeran Diponegoro didukung oleh :
1.
Pengeran Mangkubumi, sesepuh kraton Mataram di Yogya dan paman
Pangeran Diponegoro
2.
Panglima tertinggi yaitu Sentot Ali Basya Abdullah Musthofa
Prawirodirjo (Buyut Sultan Hamengkubuwono I). dilantik menjadi panglima Besar
saat usia 17 tahun.
3.
Nyi Ageng serang, bernama asli Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih
Retno Edi, putri dari Pangeran Natapraja. Beliau keturunan Sunan Kalijogo, dan
salah satu cucunya adalah tokoh pendidikan Indonesia yaitu R.M. Suwardi
Surjaningrat atau Ki Hajar Dewantara. Nyi Ageng Serang lahir pada tahun 1762 M di
daerah Serang (perbatasan Grobogan- Sragen) Dalam catatan sejarah, sejak perang
Diponegoro di kobarkan 1825 beliau memimpin langsung peperangan di wilayah
Grobogan, Sragen Madiun, Ngawi dalam usia 73 tahun. Namun, karena fisik tidak
mampu lagi, maka panglima peperangan diserahkan kepada menatunya, Raden Mas Pak
Pak .setelah 3 tahun memimpin perang beliau jatuh sakit, dan atas permintaan
Pangeran Diponegoro beliau dirawat kerabat kraton di Kulonprogo Yogya, sampai
akhirnya dimakamkan di Kulonprogo. Oleh rakyat Kulonprogo, ketokohan beliau
diabadikan dengan sebuah patung Nyi Ageng Serang menaiki kuda.
4.
Kyai Mojo, seorang tokoh ulama dari Surakarta Hadiningrat
Filosofi Angguk
Sesuai pakem (sanad kuno) ;
·
Nama angguk di ambil dari bahasa jawa ‘mangguk’, yang artinya
sendiko, ndere’aken. Dalam ajaran thoriqoh, ketika wiridan laa ilaha illa
allah, maka kepala di angguk- anggukan.
·
Jumlah penari angguk berjumlah 9 orang laki- laki, yang berarti walisongo
·
Kostum penari sebagai lambang busono prajurit;
-
Warna putih ; melambangkan kesucian niat (perang sabil),demikian
juga penari kuntulan dan jathilan memakai baju warna putih (di ceritakan sembah
buyut kang Basyir, Mahasiswa UII Yogyakarta peneliti Lesbumi Grobogan asal
Salatiga). Warna putih juga melambangkan warna baju Pangeran Diponegoro.
-
Pangkat di pundak; menyiratkan tugas,kegagahan dan keberanian.
-
Penutup kepala; menggambarkan identitas sebagai prajurit. Sedangkan
angguk Kulonprogo Yogya memakai ikat kepala (blangkon).
-
Slempang di pundak (ciri khas prajurit Mataram); mensyiratkan
Cancut taliwondo, artinya partisipasi dan keteguhan niat. Dalam literatur
fiqih, disunahkan waktu sholat memakai rida’ (selendang serban)
·
Alat musik ; jedor, 2 rebana, kendang dan harmonica. Sedangkan
angguk Kulonprogo memakai alat musik; jedor, 2 rebana, kendang dan gamelan.
·
Gerakan tari; di balik keluwesan tarian ternyata format tarian
angguk ‘kode sandi’ taktik peperangan Pangeran Diponegoro. Dalam
Fiqih, diajarkan tata cara sholat khouf
(sholat ketika terjadi peperangan).
·
Formasi penari; menggambarkan formasi barisan prajurit, di mana salah seorang penari menjadi Komandan
angguk (sebutan bagi pemimpin penari) sedangkan yang lain menjadi anggota. Sang
komandan angguk memegang pecut /cemethi sebagai tongkat komando, serta membawa sumpritan/
peluit setiap memberikan instruksi. Adapun anggota pasukan angguk membawa ilir
/kipas sebagai isyarat senjata dari bambu (di zaman kemerdekaan menjadi senjata
bambu runcing. Hal ini bisa di amati dari jaran kepang-nya tari jathilan dan
kenthongan-nya tari kuntulan yang semuanya terbuat dari bambu. Berbeda dengan
tari ndholalak yang tidak memakai senjata karena penarinya adalah perempuan.
·
Lagu/ tembang iringan (kode sandi peperangan) ; lirik keberanian,
kesucian seperti tembang anak muda, tembang syaikhona masuk terowongan, tembang
hujan turun dll
·
Pentas teaterikal & kedigdayaan; dalam pentas angguk, selain
tarian angguk juga dipentaskan aksi teaterikal untuk membangkitkan “cinta tanah
air”, seperti drama dengan lakon keagamaan: serat menak (Jayengrono, Umarmoyo
dll), Nabi Musa dan Raja Fir’aun. Atau dipentaskan aksi ke-digdayaa’an seperti
aksi kekebalan,berjalan di atas tali dll (angguk Kulonprogo Yogya).
Perjalanan Angguk Pasca kemerdekaan
1.
Segi pementasan
·
Tarian dan aksi patriotisme (keberanian dan kedigdayaan)seperti angguk Kulonprogo Yogya,
angguk Purworejo Jawa Tengah.
·
Tarian dan drama patriotisme (lakon keberanian Jayengrono, lakon
Nabi Musa dan fir’aun dll) seperti angguk Grobogan, angguk Salatiga dan angguk
Semarang
2.
Segi kostum
·
Baju warna putih, topi polisi (Angguk Grobogan, angguk Semarangan )
·
Baju warna hitam, ikat kepala /blangkon (angguk Kulonprogo dan angguk
Banyuwangi)
3.
Segi alat musik
·
Jedor, Kendang, terbang dan gamelan (angguk Kulonprogo dan angguk
Banyuwangi)
·
Jedor, Kendang, terbang dan harmonica (angguk Grobogan dan angguk
Semarangan)
4.
Segi lembaga pelestari, pasca kemerdekaan angguk di lestarikan oleh
LESBUMI NU (lembaga Seniman dan Budayawan Muslimin Indonesia)
Angguk Grobogan
Melihat sejarah bahwa Nyi Ageng
Serang bernama asli Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retno Edi lahir di Serang
(perbatasan Grobogan- Sragen- Boyolali), putri panembahan Notoprojo ( adipati Serang, perbatasan Grobogan- Sragen), adalah
salah seorang panglima Pangeran Diponegoro di wilayah Serang dan sekitarnya
(Grobogan, Sragen, Boyolali), maka wajar jika angguk “membumi’ di masyarakat
Grobogan. Banyak pemuda- pemuda pedesaan di Grobogan bersemangat dan gagah berani menjadi prajurit
Diponegoro. Banyak kerabat keraton
mataram yang di tugaskan bergerilya di pedesaan- pedesaan. Asumsi ini bisa
dilihat dengan adanya makam- makam kerabat Mataram seperti Raden Surojenggolo (Desa
Kuwu), Raden Honggokusumo dan Raden Djarot (dusun Kradenan Krajan), Raden
Sumowijoyo (dusun Belan desa Kradenan). Atau di lihat dari nama desa seperti
Kradenan (menurut cerita rakyat, karena banyak Raden), Desa Tumenggungan Purwodadi (menurut
cerita rakyat, karena ada seorang Tumenggung). Hal ini juga di perkuat ;
1.
Adanya sungai di wilayah Penawangan bernama kali Serang
2.
Menjamurnya grop kesenian angguk di Grobogan sejak pra kemerdekaan,
era kemerdekaan dan pasca kemerdekaan (1945 s/d sekarang), bahkan angguk sangat
populer di masyarakat. Hiburan Di wilayah Grobogan timur ada grup angguk
Prayungan Pakis (tertua/ 1975), grup angguk Tahunan Kalisari ,grup anggup
Panuggalan, Grup angguk Tambakselo Wirosari. Juga wilayah Barat seperti grup
angguk Brati.
3.
Tembang lagu angguk menjelaskan tentang perlawanan terhadap Belanda
4.
Jenis tarian yang mencerminkan kode sandi taktik pertempuran
Diponegoro.
Setiap pementasan, angguk Grobogan menampilkan drama atau teater
tentang kisah keagamaan seperti ;
·
kisah Menak (Babon induk dari kitab Menak berasal dari Persia yang
menceritakan keberanian Wong Agung Jayeng Rana atau Amir Ambyah (Sayyidina
Hamzah) yang beragama islam melawan Prabu Nursewan yang belum memeluk islam.
Tokoh dalam serat Menak yaitu Wong Agung Jayeng Rana, Prabu Nursewan, Umar
Maya, Umar Madi dan Dewi Retna Muninggar. Wong agung Menak adalah sayyidina
Hamzah (Sang Singa Allah) yang gagah berani melawan kebathilan .
·
Kisah Nabi Musa menghadapi raja Fir’aun (Mesir) yang otoriter dan
zalim. Tokoh dalam lakon ini adalah Nabi Musa, Nabi Harun, Raja Fir’aun, patih
Haman, Asiyah (permaisuri Fir’aun)
·
Dan lain – lain
Baju putih adalah pengaruh dari Tari kuntulan , warisan sunan
Kalijogo. Kuntulan Tengaran Semarang memakai baju putih (saudara Mbah Buyut
pemain Kuntulan Tengaran).
4 makna baju putih ; kesucian, poso mutih, puasa yaumul bidh (bulan
Purnama), dan pasaran Legi.di lereng gunung Merapi ada ritual kaum kejawen
yaitu ritual malam Jum’at Legi (Jum’at Pethak)
Serat Menak (kepahlawanan sayyidina Hamzah} tidak hanya di pakai dalam
pentas Angguk saja akan tetapi juga dipakai dalam lakon wayang Thengul (Blora
Bojonegoro), wayang Krucil (Kediri), tari wayang Menak (Yogya)
Angguk Yogya memakai blangkon sedangkan alat musiknya memakai
kendang, jedor dan gamelan. Angguk Kab Semarang memakai picis berpita.
Angguk di Susukan Kab semarang tahun 1949, di Suruh Kab Semarang
tahun 1951, dulu namanya “rodat”. Pakaian penari hitam, tutup kepalanya picis.
Penarinya memakai ilir (kipas), pengaruh dari tari rodat semarang (Ayah Kang
Basyir).
Kesimpulan
Ajaran dan filosofi Angguk :
1.
Taat agama
2.
Nasionalisme
3.
Patriotisme
4.
Disiplin dan kompak
Pertahanan yang kita miliki dan harus kita wariskan kepada anak
cucu adalah :
1.
Pertahanan tradisi dan budaya
2.
Pertahanan intelektual
3.
Pertahanan politik dan NKRI
Penulis adalah ketua LESBUMI NU Grobogan,